Ayat - Ayat Yang Menjelaskan Tentang Kepedulian Sosial

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Islam adalah agama samawi terakhir yang dirisalahkan melalui Rasulullah SAW. Karena Islam sebagai agama terakhir dan juga sebagai penyempurna ajaran-ajaran terdahulu, maka sangat bisa dipahami, jika Islam merupakan ajaran yang paling komprohensif, Islam sangat rinci mengatur kehidupan umatnya, melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan petunjuk kepada umat manusia bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama Islam yang kafah atau sempurna.
Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Hablum Minallah (hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan) dan Hablum Minannas (hubungan manusia dengan manusia). Allah menghendaki kedua hubungan tersebut seimbang walaupun hablumminannas lebih banyak di tekankan. Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan urusan kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain karena hablumminannas lebih komplek dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan yang salah jika Islam dianggap sebagai agama transedental.



BAB II
PEMBAHASAN

a. Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 103

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Artinya : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah   dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu  maka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya  agar kamu mendapat petunjuk” (Q.S. Ali Imron ayat 103)

Maksudnya: (Berpegang teguhlah kamu dengan tali Allah) maksudnya agama-Nya (kesemuanya dan janganlah kamu berpecah-belah) setelah menganut Islam (serta ingatlah nikmat Allah) yakni karunia-Nya (kepadamu) hai golongan Aus dan Khazraj (ketika kamu) yakni sebelum Islam (bermusuh-musuhan, maka dirukunkan-Nya) artinya dihimpun-Nya (di antara hatimu) melalui Islam (lalu jadilah kamu berkat nikmat-Nya bersaudara) dalam agama dan pemerintahan (padahal kamu telah berada dipinggir jurang neraka) sehingga tak ada lagi pilihan lain bagi kamu kecuali terjerumus ke dalamnya dan mati dalam kekafiran (lalu diselamatkan-Nya kamu daripadanya) melalui iman kalian. (Demikianlah) sebagaimana telah disebutkan-Nya tadi (Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya supaya kamu beroleh petunjuk).

Janganlah berbuat sesuatu yang mengarah kepada perpecahan. Renungkanlah karunia Allah yang diturunkan kepada kalian pada masa jahiliah, ketika kalian masih saling bermusuhan. Saat itu Allah menyatukan hati kalian melalui Islam, sehingga kalian menjadi saling mencintai. Saat itu kalian berada di jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dengan Islam. Dengan penjelasan yang baik seperti itulah, Allah selalu menerangkan berbagai jalan kebaikan untuk kalian tempuh.

b.         Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 86

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا

Artinya: Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.

Isi Kandungan dari ayat diatas
(Apabila kamu diberi salam dengan suatu salam penghormatan) misalnya bila dikatakan kepadamu, "Assalamu'alaikum!" (maka balaslah) kepada orang yang memberi salam itu (dengan salam yang lebih baik daripadanya) yaitu dengan mengatakan, "Alaikumus salaam warahmatullaahi wabarakaatuh." (atau balaslah dengan yang serupa) yakni dengan mengucapkan seperti apa yang diucapkannya. Artinya salah satu di antaranya menjadi wajib sedangkan yang pertama lebih utama. (Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu) artinya membuat perhitungan dan akan membalasnya di antaranya ialah terhadap membalas salam. Dalam pada itu menurut sunah, tidak wajib membalas salam kepada orang kafir, ahli bidah dan orang fasik. Begitu pula kepada orang Islam sendiri yakni orang yang sedang buang air, yang sedang berada dalam kamar mandi dan orang yang sedang makan. Hukumnya menjadi makruh kecuali pada yang terakhir. Dan kepada orang kafir jawablah, "Wa`alaikum." Artinya: juga atasmu.

c.         Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 10-13

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (11) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12)يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat nikmat.”

“Hai orang-orang yang beriman,janganlah suatu kaum mengolok-olok suatu kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Artinya:“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.Al-Hujuraat: 10-13)

Maksudnya: Dalam ayat 10 Allah SWT memperingatkan kaum mukmin supaya jangan saling mengolokkan karena boleh jadi kaum yang diperolok-olokkan pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan dan kaum wanita pun jangan saling mengolokkan karena boleh jadi wanita yang diperolok-olokkan pada sisi Allah lebih baik dari wanita yang mengolok-olokkan.Kemudian Allah SWT melarang kaum mukmin mencela diri mereka sendiri karena mereka bagaikan satu tubuh yang diikat dengan persatuan.

Dilarang pula panggil-memanggil dengan gelar yang buruk seperti panggilan kepada seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata : hai fasik,kafir,dsb. Panggilan yang buruk dilarang diucapkan karena gelar-gelar buruk itu dapat mengingatkan kefasikan setelah beriman. Barang siapa tidak bertaubat dari memanggil dengan gelar-gelar buruk maka akan menerima konsekuensi dari Allah berupa azab pada Hari Kiamat.

Diriwayatkan bahwa ayat 11 ini diturunkan berkenaan dengan tingkah laku kabilah Bani Tamim yang pernah berkunjung kepada Rasulullah saw lalu mereka memperolok-olokkan beberapa shahabat yang fakir-miskin, seperti Amar, Suhaib, Bilal, Khabbab, Salman al-Farisi, dll. karena pakaian mereka sangat sederhana.

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa dan hartamu tetapi Ia memandang kepada hati dan perbuatanmu.”     

Pada ayat ini pula Allah menyebutkan wanita secara khusus sebagai peringatan terhadap kebiasaan tercela kaum wanita dalam bergaul. Terdapat riwayat yang melatarbelakangi turunnya ayat ini ialah berkenaan dengan kisah Shafiyah binti Huyay bin Akhtab yang pernah datang menghadap Rasulullah saw dan melaporkan bahwa beberapa wanita di Madinah pernah menegur dia dengan kata-kata yang menyakitkan hati, seperti: “Hai perempuan Yahudi,Keturunan Yahudi dan sebagainya”, sehingga Nabi saw bersabda kepadanya, “Mengapa tidak engkau jawab saja, ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku adalah Muhammad.”
Dalam ayat 12 Allah SWT memberi peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya mereka menjauhkan diri dari su’uzhan / prasangka buruk terhadap orang-orang beriman. Jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar dari saudaranya yang mukmin maka kalimat itu harus diberi tanggapan dan ditujukan kepada pengertian yang baik, jangan sampai timbul salh paham, apalagi menyelewengkannya sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka. Kemudian Allah SWT menerangkan penyebab wajibnya orang mukmin menjauhkan diri dari prasangka yaitu karena sebagian prasangka itu mengandung dosa.
Pada ayat 13, Allah menjelaskan bahwa manusia diciptakan-Nya bermacam-macam bangsa dan suku supaya saling mengenal dan saling menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Dan tidak ada kemuliaan seseorang di sisi Allah kecuali dengan ketakwaannya.
Dalam suatu hadits riwayat Abu Hatim yang bersumber dari Ibnu Mulaikah berkenaan turunnya ayat ini ialah bahwa ketika fathu Makkah, Bilal naik ke atas Ka’bah untuk adzan. Beberapa orang berkata, “Apakah pantas budak hitam adzan di atas Ka’bah?”. Maka berkatalah yang lain, “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Allah akan menggantinya. “Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah saw apa yang mereka ucapkan. Maka turunlah ayat ini yang melarang manusia menyombongkan diri karena kedudukan,pangkat, kekayaan, dan keturunan dan bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah dinilai dari derajat ketakwaannya.
Ayat ini juga menyatakan bahwa persaudaraan Islam berlaku untuk seluruh umat manusia tanpa dibatasi oleh bangsa, warna kulit, kekayaan dan wilayah melainkan didasari oleh ikatan aqidah. Persaudaraan merupakan pilar masyarakat Islam dan salah satu basis kekuatannya. “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya bagaikan bangunan yang saling mengikat dan menguatkan serta bagaikan jalinan antara jari-jemari.” (HR.Muttafaq’alaih dari Abu Musa r.a.)
Rasulullah saw pernah menganggap persaudaraan antar umat Islam adalah basis yang sangat penting sehingga hal yang dilakukan beliau adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar secara formal satu dengan yang lainnya ketika hijrah ke Madinah.

d.         Al-Qur’an Surat Ali Imran  ayat 104 dan 159

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”( Ali Imran  ayat 104)

Jalan terbaik untuk bersatu dalam kebenaran di bawah naungan al-Qur'ân dan Rasul-Nya, adalah dengan menjadi umat yang menyerukan segala bentuk kebaikan dunia dan akhirat, menyerukan kewajiban mendorong manusia pada kebaikan bersama dan mencegah kejahatan (amar makruf nahi munkar, al-amr bi al-ma'rûf wa al-nahy 'an al-munkar). Mereka yang melakukan prinsip itu adalah orang-orang yang memperoleh keberuntungan yang sempurna.
(Hendaklah ada di antara kamu satu golongan yang menyeru kepada kebaikan) ajaran Islam (dan menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang mungkar. Merekalah) yakni orang-orang yang menyeru, yang menyuruh dan yang melarang tadi (orang-orang yang beruntung) atau berbahagia. 'Min' di sini untuk menunjukkan 'sebagian' karena apa yang diperintahkan itu merupakan fardu kifayah yang tidak mesti bagi seluruh umat dan tidak pula layak bagi setiap orang, misalnya orang yang bodoh.

e.         Al-Qur’an Surat Ali Imran  ayat 159

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S Ali Imran ayat 159)

Ayat ini menyinggung kekhususan Rasul, yakni akhlak mulia beliau. Ayat ini menyatakan, apa yang menyebabkan orang-orang Arab yang bersifat keras dan suka perang berkumpul di sisimu dan beriman kepadamu adalah kelembutan akhlakmu. Sekirannya kamu seperti mereka, maka tak seorangpun datang ke sisimu dan merekapun yang beriman akan berpaling darimu. Oleh karenanya, maafkanlah ketidaktaatan mereka dalam perang Uhud dan beristigfarlah untuk mereka. Meskipun sebelum perang anda bermusyawarah dengan mereka dan musyawarah ini gagal, namun janganlah anda meninggalkan musyawarah dengan mereka dalam urusan berhubungan dengan mereka. Karena engkau adalah teladan mereka.
Meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin pada peperangan Uhud sehingga menyebabkan kaum muslimin menderita kekalahan, tetapi beliau tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah terhadap yang melanggar itu, bahkan memaafkannya, dan memohonkan untuk mereka ampunan di Allah SWT. Andaikata Nabi Muhammad saw bersikap keras, berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan din dan beliau. Di samping itu Nabi Muhammad saw selalu bermusyawarah dengan mereka dengan segala hal, apalagi dalam urusan peperangan.
Oleh karena itu kaum mukmin bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin selain Allah.
Di samping itu Nabi Muhammad saw selalu bermusyawarah dengan mereka dengan segala hal, apalagi dalam urusan peperangan. Oleh karena itu kaum muslimin patuh melaksanakan keputusan-keputusan musyawarah karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri bersama Nabi. Mereka tetap berjuang dan berjihad di jalan Allah dengan tekad yang bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakkal sepenuh kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin selain Allah.

f.          Al-Qur’an Surat.An-nisa ayat 86

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلّ شَيْءٍ حَسِيبًا
’Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.’’(4: 86)

Ayat ini menyinggung soal sikap antara sesama umat Islam dan menyatakan bahwa dalam interaksi dengan orang lain maka fondasinya harus kasih sayang dan penghormatan. Dalam istilah al-Quran disebut mahabbah dan tahiyyah baik itu berbentuk ucapan atau perbuatan. Saling mengucapkan salam  saat bertemu dengan orang lain serta memberikan hadiah dalam pertemuan keluarga dan sahabat merupakan hal yang dianjurkan oleh Islam. Ayat ini melihat salam dan hadiah sebagai perkara yang disepakati dan menghimbau kepada umat Islam untuk melakukannya setiap kali bertemu.
Islam memerintahkan umat Islam agar menjawab salam dengan jawaban yang lebih baik, atau sama. Dengan ungkapan lain, berikanlah jawaban salam orang lain dengan lebih baik dan hangat serta balaslah hadiah mereka dengan hadiah yang lebih baik. Dalam sejarah disebutkan, salah seorang dari budak Imam Hasan Mujtaba as menghadiahkan sekuntum bunga kepada beliau. Menjawab kebaikan budaknya, Imam Hasan as memerdekakannya dan menjelaskan alasan dari perbuatannya itu lewat ayat ini.
            Dari ayat tadi terdapat  tiga  pelajaran yang dapat dipetik:
Segala bentuk kasih sayang dari orang lain kita balas dengan bentuk yang terbaik dan  tidak sama. Menolak kebaikan orang lain adalah perbuatan yang tidak benar. Hadiah harus diterima dan haruslah dibalas dengan lebih baik. Mengabaikan salam dan penghormatan orang lain berdampak negatif yang akan dirasakan oleh manusia di dunia dan akhirat.
‘’Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’’(al mujadalah ayat 11)

g.         Al-Qur’an Surah Ar-ra’d  22-23

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

‘’Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),’’ar-ra’d ayat  22.

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖوَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ 
(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;(ar-ard ayat 23)

Surga Adn sebagai tempat tinggalnya (yang mereka masuk ke dalamnya) bersama (dengan orang-orang yang saleh) orang-orang yang beriman (dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak-cucunya) sekali pun mereka tidak mengamalkan seperti apa yang diamalkannya, maka mereka tetap sederajat dengannya sebagai penghormatan terhadapnya (sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari setiap pintu) dari pintu-pintu surga atau pintu-pintu gedung surga, sewaktu pertama kali mereka memasukinya sebagai penghormatan dari para malaikat terhadap mereka.

h.         Al-Qur’an Surat 133-135

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
‘’Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.( Ali Imran 133)
Lalu bergegaslah untuk melaksanakan amal saleh, agar kalian mendapatkan ampunan yang besar dari Allah atas dosa-dosa kalian! Juga, agar kalian mendapatkan surga yang amat luas, seluas langit dan bumi, yang hanya disediakan untuk orang-orang yang takut kepada Allah dan siksa-Nya.
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.( Ali Imran 134)
(Yaitu orang yang mengeluarkan nafkah) dalam menaati Allah (baik di waktu lapang maupun di waktu sempit dan yang dapat menahan amarahnya) hingga tidak melampiaskannya walaupun sebenarnya ia sanggup (dan yang memaafkan kesalahan manusia) yang melakukan keaniayaan kepadanya tanpa membalasnya (dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan) seperti pekerjaan-pekerjaan yang disebutkan itu dan akan memberi mereka balasan.
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ 
‘’Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.’’ .( Ali Imran 135)
Dan juga orang-orang yang apabila mereka berbuat kekejian) artinya dosa yang keji seperti perzinahan (atau menganiaya diri mereka sendiri) artinya melakukan dosa yang lebih ringan dari itu misalnya mencium (mereka ingat kepada Allah) maksudnya ingat akan ancaman-Nya (lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapakah) artinya tidak ada (yang dapat mengampuni dosa itu melainkan Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan mereka itu) menghentikannya sama sekali (sedangkan mereka mengetahui) bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah perbuatan maksiat adanya.
Al-Qur’an Surah Al-Anfal Ayat 1

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفَالِ ۖ قُلِ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِي 

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian adalah orang-orang yang beriman.
Ayat ini membicarakan persoalan harta rampasan perang yang diperoleh kaum Muslimin setelah usainya perang Badar Kubra. Perang ini berakhir dengan kemenangan kaum Muslimin. Mereka memperoleh harta rampasan perang yang banyak.
Al-Anfal (Al-Ganimah) ialah segala macam harta yang diperoleh kaum Muslimin dari musuh dalam medan pertempuran. Harta rampasan perang dinamakan Al-Anfal (bentuk jamak dari Nafal) karena harta-harta ini menjadi harta kekayaan kaum Muslimin.

Setelah kaum Muslimin memperoleh harta rampasan perang itu, terjadilah perselisihan pendapat di antara mereka yang ikut berperang. Perselisihan itu mengenai cara-cara pembagiannya, dan pihak-pihak manakah yang berhak mendapatnya. Pihak pemuda ataukah pihak orang-orang tua, pihak-pihak orang Muhajirin atau pihak Ansar, ataukah pula masing-masing pihak sama-sama mendapat bagian. Persoalan itu dibawa kepada Rasulullah saw. agar mendapat keputusan yang adil.

Comments

  1. Bagus sangat membantu sya,persis dngan kebutuhan saya

    ReplyDelete
  2. Bagus sangat membantu sya,persis dngan kebutuhan saya

    ReplyDelete
  3. Sangat membantu, cuma ga ada daftar Pustaka nya

    ReplyDelete
  4. Syukran Ilmunya,, tapi kayanya Ali Imron ayat 103 bukan itu deh.. ayatnya... 🙏🙏, CMiIW

    ReplyDelete
  5. Mohon diperiksa lagi arti dari ayat2 diatas karena tdk sesuai

    ReplyDelete
  6. Bab II bagian a, antara ayat dan terjemahnya tidak sesuai. terima kasih

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pengertian dan Ruang Lingkup Aqidah Islamiyah

Makalah IP Address